Budaya Batak Sebelum Masuk Injil-Berbagai macam Suku dan budaya yang tersebar di Nusantara,maka kali ini Lankisau mencoba menulis tentang Budaya suku Batak sebelum masuk kitab Injil.
Sebelum suku Batak Toba menganut agama Kristen Protestan, mereka mempunyai sistem kepercayaan dan religi tentang Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam Debata Natolu.
Kepercayaan
Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak Toba mengenal tiga konsep, yaitu:
- Tondi : adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena itu tondi memberi nyawa kepada manusia. Tondi di dapat sejak seseorang di dalam kandungan.Bila tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon yang menawannya.
- Sahala : adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang memiliki tondi, tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan sumanta, tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula.
- Begu : adalah tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam.
Demikianlah religi dan kepercayaan suku Batak yang terdapat dalam
pustaha. Walaupun sudah menganut agama Kristen dan berpendidikan tinggi,
namun orang Batak belum mau meninggalkan religi dan kepercayaan yang
sudah tertanam di dalam hati sanubari mereka.
Suku Batak adalah salah satu suku di Indonesia yang mempertahankan
kebudayaanya; mereka memegang teguh tradisi dan adat. Pada masa lampau
orang Batak tidak suka terhadap orang luar (Barat/sibottar mata)
kerena mereka dianggap sebagai penjajah. Selain itu, ada paham bagi
mereka bahwa orang yang berada di luar suku mereka adalah musuh, sebab
masa itu sering terjadi perang antar suku.Sebelum Injil masuk, suku
Batak adalah suku penyembah berhala. Kehidupan agamanya bercampur,
antara menganut kepercayaan animisme, dinamisme dan magi. Ada banyak
nama dewa atau begu (setan) yang disembah, seperti begu djau (dewa yang tidak dikenal orang), begu antuk (dewa yang memukul kepala seseorang sebelum ia mati), begu siherut (dewa yang membuat orang kurus tinggal kulit), dan lainnya.
Suku Batak hidup dengan bercocok tanam, berternak hewan dan
berladang.Mereka menjual hasil dari perternakan dan cocok tanam ke pasar
(“onan”) pada hari tertentu.Di pasar mereka melakukan transaksi untuk
keperluan sehari-hari seperti membeli beras, garam, tembakau, dan
lainnya.
Keadaan yang dinamis ini, sering terusik oleh permusuhan antara satu
kampung dengan kampung lainya. Tidak jarang permusuhan berakibat
pembunuhan dan terjadi saling balas dendam turun-temurun. Jika di
kampung terjadi wabah, seperti pes dan kolera, mereka akan meminta
pertolongan Raja Si Singamangaraja yang berada di Bakkara.Raja Si
Singamangaraja kemudian datang dan melakukan upacara untuk menolak
“bala” dan kehancuran.
Hampir semua roda kehidupan orang Suku Batak dikuasai oleh aturan-aturan
adat yang kuat. Sejak mulai lahirnya seorang anak, beranjak dewasa,
menikah, memiliki anak hingga meninggal harus mengikuti ritual-ritual
adat.
Masuknya Penginjil ke Tanah Batak
Penginjil Utusan Pekabaran Injil Baptis Inggris
Pada tahun 1820 tiga utusan Pekabaran Injil Baptis Inggris yaitu Nathan
Ward, Evans dan Richard Burton dikirim ke Bengkulu untuk menemui
Raffles. Kemudian Raffles menyarankan supaya mereka pergi ke Utara, ke
daerah tempat tinggal suku Batak yang masih kafir. Burton dan Ward
menuruti petunjuk Raffles. Mereka pergi ke Utara, awalnnya mereka
bekerja di pesisir, kemudian tahun 1824 masuk ke daerah lebih dalam
lagi, yakni Silindung-wilayah suku Batak Toba. Saat mereka tiba di
Silindung, mereka diterima dengan baik oleh raja setempat, namun
perjalanan penginjilan mereka terhenti ketika terjadi salah paham dengan
penduduk. Penduduk salah menafsirkan khotbah penginjil tersebut yang
mengatakan bahwa kerajaan mereka harus menjadi lebih kecil, seperti anak
kecil. Penduduk tidak suka hal ini, karena itu para penginjil tersebut
diusir pada tahun itu juga.
Penginjil utusan American Board of Commissioners for Foreign Mission
Pada tahun 1834 dua orang Amerika, yaitu Munson dan Lyman yang merupakan
utusan gereja Kongregationalis Amerika yang diutus oleh The American Board of Commissioners for Foreign Mission (ABCFM)
di Boston untuk masuk ke Sumatera.Pada 17 Juni 1834 mereka tiba di
Sibolga dan menetap beberapa hari di sana. Pada 23 Juni 1834, mereka
berangkat menuju pegunungan Silindung.Dalam perjalanan, ketika tiba di
pinggir Lembah Silindung, pada malam hari 28 Juni 1834, mereka dihadang,
ditangkap, dan dibunuh di dekat Lobu Pining. Pembunuhnya adalah Raja
Panggalamei, yang merupakan Raja di Pintubosi yang tinggal di Singkak.
Ia membunuh bersama dengan rakyatnya.
Penginjil utusan Rheinische Missionsgesellschaft
Pada tahun 1840, seorang ilmuwan berkebangsaan Jerman, Franz Wilhelm
Junghuhn melakukan perjalanan ke daerah Batak dan kemudian menerbitkan
karangan tentang suku Batak. Dalam buku tersebut Junghuhn menasihatkan
pemerintah kolonial untuk membuka zending Kristen guna membendung
pengaruh Islam di bagian utara Pulau Sumatera. Karangan tersebut sampai
ke tangan tokoh-tokoh Lembaga Alkitab Nederlandsche Bijbelgenootschap di
Belanda, hingga mereka mengirim seorang ahli bahasa bernama H.
Neubronner van der Tuuk untuk meneliti bahasa Batak dan untuk
menerjemahkan Alkitab.
Van der Tuuk adalah orang Barat pertama yang melakukan penelitian ilmiah
tentang bahasa Batak, Lampung, Kawi, Bali.Ia juga orang Eropa pertama
yang menatap Danau Toba dan bertemu dengan Si Singamangaraja. Ia merasa
senang berkomunikasi dan menyambut orang Batak di rumahnya. Van der Tuuk
memberi saran supaya lembaga zending mengutus para penginjil ke
Tapanuli, langsung ke daerah pedalamannya.Tahun 1857, pekabar Injil G.
Van Asselt, utusan dari jemaat kecil di Ermelo, Belanda, melakukan
pelayanan di Tapanuli Selatan. Ia menembus beberapa pemuda dan memberi
mereka pengajaran Kristiani. Pada 31 Maret 1861, dua orang Batak pertama
dibaptis, yaitu: Jakobus Tampubolon dan Simon Siregar.
Pada tahun yang sama—tepatnya pada 7 Oktober 1861—diadakan rapat empat
pendeta di Sipirok, yang diikuti oleh dua pendeta Jerman, yaitu: Pdt.
Heine dan Pdt. Klemmer serta oleh dua pendeta Belanda, yaitu: Pdt. Betz
dan Pdt. Asselt. Mereka melakukan rapat untuk menyerahkan misi
penginjilan kepada Rheinische Missionsgesellschaft. Hari tersebut
dianggap menjadi hari berdirinya Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).
Kemudian Ludwig Ingwer Nommensen (1834—1918) tiba di Padang pada tahun
1862.Ia menetap di Barus beberapa saat untuk mempelajari bahasa dan adat
Batak dan Melayu.Ia tiba melalui badan Misi Rheinische Missionsgesellschaft.Kemudian,
pada tahun 1864, ia masuk ke dearah Silindung, mula-mula di Huta Dame,
kemudian di Pearaja (kini menjadi kantor pusat HKBP).
Dalam menyampaikan Injil, Nommensen dibantu oleh Raja Pontas Lumban
Tobing (Raja Batak Pertama yang dibaptis) untuk mengantarnya dari Barus
ke Silindung dengan catatan tertulis bahwa ia tidak bertanggung jawab
atas keselamatannya. Pada awalnya Nommensen tidak diterima baik oleh
penduduk, karena mereka takut kena bala karena menerima orang lain yang
tidak memelihara adat. Pada satu saat, diadakan pesta nenek moyang
Siatas Barita, biasanya disembelih korban. Saat itu, sesudah kerasukan
roh, Sibaso (pengantara orang-orang halus) menyuruh orang banyak untuk
membunuh Nommensen sebagai korban, yang pada saat itu hadir di situ.
Dalam keadaan seperti ini, Nommensen hadir ke permukaan dan berkata
kepada orang banyak:
“Roh yang berbicara melalui orang itu sudah banyak memperdaya
kalian. Itu bukan roh Siatas Barita, nenekmu, melainkan roh jahat.
Masakan nenekmu menuntut darah salah satu dari keturunanya! Segera
Sibaso jatuh ke tanah” —Ludwig Ingwer Nommensen
Menghadapi keadaan yang menekan, Nommensen tetap ramah dan lemah lembut,
hingga lama-kelamaan membuat orang merasa enggan dan malu berbuat tidak
baik padanya.Pada satu malam ketika para raja berada di rumahnya hingga
larut malam dan tertidur lelap, Nommensen mengambil selimut dan
menutupi badan mereka, hingga pagi hari mereka terbangun dan merasa
malu, melihat perbuatan baik Nommensen. Sikap penolakan raja Batak ini
disebabkan kekhwatiran bahwa Nommensen adalah perintisan dari pihak
Belanda.
Perkembangan Kekristenan setelah Injil Masuk di Tanah Batak
Suku Batak yang masuk Kristen mendapat tekanan dan diusir dari kampung
halamanya karena tidak mau memberi sumbangan untuk upacara-upacara suku.
Keadaan seperti ini mamaksa mereka berkumpul pada satu kampung
tersendiri, yaitu Huta Dame (kampung damai). Setelah tujuh tahun
Nommensen melakukan penginjilan, orang Batak yang masuk Kristen
berjumlah 1.250 jiwa. Sepuluh tahun kemudian—pada tahun 1881—jumlahnya
naik lima kali lipat, hingga jumlah orang Batak yang masuk Kristen
adalah sekitar 6.250 orang. Pada tahun 1918, sudah tercatat 185.731
orang Kristen di wilayah RMG Sumatera Utara. Pada tahun 1881, Nommensen
diangkat menjadi Ephorus oleh RMG. Jabatan tersebut dipegangnya hingga
ia meninggal dunia pada 23 Mei 1918. Suku Batak memberi gelar kepada
Nommensen dengan sebutan Ompunta (Nenek Kita). Gelar ini menyejajarkan Nommensen dengan Si Singamangaraja atau tokoh sakti lainya.
Terima kasih atas kunjungan nya, Untuk Melihat Artikel lainnya,
Silahkan Lihat Daftar Isi
Silahkan Lihat Daftar Isi
Suluah Bendang
Budaya Batak Sebelum Masuk Injil.
Author by : Edi Murfin. Senin, 12 Agustus 2013
Description : Budaya Batak Sebelum Masuk Injil -Berbagai macam Suku dan budaya yang tersebar di Nusantara,maka kali ini Lankisau mencoba menulis tentang ...
Mari Bantu Membagikan Budaya Batak Sebelum Masuk Injil ini. Melalui Sosial Media Dibawah, Insya Allah akan membawa Baraqah bagi kita semua. Aamiin YRA
Author by : Edi Murfin. Senin, 12 Agustus 2013
Description : Budaya Batak Sebelum Masuk Injil -Berbagai macam Suku dan budaya yang tersebar di Nusantara,maka kali ini Lankisau mencoba menulis tentang ...
Mari Bantu Membagikan Budaya Batak Sebelum Masuk Injil ini. Melalui Sosial Media Dibawah, Insya Allah akan membawa Baraqah bagi kita semua. Aamiin YRA
Posting Komentar